Pernahkah kamu terpikir suatu
perandaian? Yang tafsirnya sanggup mendeskripsi segala keterkaitan diantara
kita? Kalau belum, coba simak ini.
Bumi Malam Hari
Semesta. Ia begitu luas.
Dan memuat begitu banyak instrumen langit.
Umpamakan itu manusia.
Jika engkau adalah Bumi, maka pasti akan ada sosok yang akan menjadi Bulan buatmu.
Yang tak pernah lekang dari mengelilingimu sembari engkau meniti jalanmu.
Aku tau kamu tau pasti bahwa aku ingin jadi itu.
Dan kamu juga tau aku tau pasti bahwa aku tak bisa jadi itu.
Satu yang kuakui, aku adalah Bintang di salah satu pojok langitmu.
Yang selalu menetap di satu tempat, tak peduli dipuji atau di abai.
Yang selalu menatap ke satu tempat, tak peduli jauh atau dekat.
Yang ketika massanya habis, bisa terbakar, tertelan gravitasi miliknya sendiri, lalu hilang dari
semesta tanpa Bumi ketahui, apalagi tangisi lalu ratapi.
Lantas bagaimana dengan Mars? Pantaskah ia menjelma jadi Bulan? Atau malah hanya setara dengan Bintang?
Bisa ya, bisa tidak.
Setahuku, Mars adalah bayang-bayang. Menguntit Bumi pada rute yang sendiri-sendiri. Searah namun tak sejalur.
Ketika dekat, barangkali Bumi anggap ia Bulannya.
Dan kala jauh, Bumi anggap ia Bintang.
Tapi ingat, Mars juga punya bulan sediri. Tak harus melulu dengan Bumi.
***
Sekarang
apakah kamu paham? Kuharap iya, karena setelah ini aku tak tahu mesti bagaimana
lagi mengisyarat padamu. Jadi ya, sekarang terserah kamu saja.
19/01/’16
Dieny A.
Dieny A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar