Halo, senja! Bolehkah aku berbagi
cerita?
Tenang saja, senja. Kali ini aku
tidak akan memintamu menanyakan kabar Bumi
pada semesta, kok.
Sebab sekarang aku sudah tahu kondisinya.
Sebab sekarang aku sudah tahu kondisinya.
Kau penasaran apa yang terjadi?
Nah, biar kuceritakan.
Kami tidak bertemu, senja. Tentu
saja kami tidak bertemu, kalender astronomi yang dibuat manusia-manusia jenius
itu kan selalu benar.
Hanya saja, teknologi
manusia-manusia jenius itu juga semakin mencanggih.
Kau tahu, sekarang satelit buatan
mereka sudah mampu mencipta koneksi antar-planet.
Maka, ya. Satelit-satelit itulah
yang memegang andil besar atas menjadi-tahu-nya aku akan kabar si Bumi.
Tidak, aku tidak akan mengaitkan
koneksiku dengan Bumi ini terhadap Bulan, Phobos, maupun Demios. Tentu saja.
Hanya saja... entahlah. Rasanya
seolah-olah jutaan meteor menghujani permukaanku. Begitu mengejutkan.
Membuatku megap, tak kuat
menerima debaran yang menghantam terus-terusan.
Tapi sudah. Begitu saja. Hanya
terkejut yang aku rasa. Hanya debaran yang aku derita. Sisanya, biasa saja.
Aku tidak berharap, senja.
Sungguh, aku senantiasa berusaha untuk tidak berharap yang tidak-tidak.
Tapi aku bisa apa, senja? Aku ini
hanya Mars. Hanya batu yang
terindikasi di permukaanku.
Kau tahu kan, issue kiamat yang disebabkan oleh hujan meteor itu? Nah,
itulah yang kukhawatirkan.
Aku berusaha menawan harapku agar
tak sampai menguar liar. Tapi bagaimana dengan meteor yang membadai menerpa
permukaanku? Kuatkah aku menahannya, senja?
Aku tidak mau jadi seperti Bulan, yang permukaannya berlubang
karena meteor menyerang.
Aku tidak ingin segala koneksiku
dengan Bumi menorehkan bekas yang tak mungkin terobati bahkan oleh sang
penyembuh paling mumpuni : waktu.
Aku ingin melupakannya, senja.
Tapi aku bisa apa? Menghantam
satelit-satelit buatan manusia itu agar tak lagi mengkoneksikan kami? Atau
cukup dengan menolak segala usaha Bumi dan para satelit itu mengontaki? Atau
cukup dengan mengikis meteor-meteor itu di atmosfer, agar tak sampai menghujami
kerakku?
Ah... apapun itu, akupun ingin
sekali melakonkan skenario itu, senja.
Tapi aku tak kuasa. Belum merasa
bisa.
Entahlah, debaran yang dicipta
hujan meteor itu masih terasa begitu mengasyikkan bagiku
Jadi aku harus apa, senja?
Haruskah aku melawan gejolak untuk merasakan debaran itu?
Ah, kurasa harus, ya?
Kalau begitu, senja, maukah kau
membantuku? Membantu membinasakan gejolak itu?
Tolonglah, senja. Bantu aku.
Kuatkan aku. Teguhkan tekadku.
Jadilah perpanjangan tangan Sang
Empunya Semesta untuk menjelma sebagai penolongku.
Ya?
11/03/’17
Dieny A.
Dieny A.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar